islamic school.com

Minggu, 19 September 2010

ii
ANALISIS FATWA PONDOK PESANTREN PERSATUAN ISLAM (PERSIS) BANGIL MENGENAI KEHALALAN MENGKONSUMSI DAGING ANJING (Perspektif Hukum Islam) SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) Jurusan Syari’ah

Oleh:
MUZAKKIR NIM: I 000 050 012 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pesantren sebagai ujung tombak bagi pembinaan dan pengembangan hukum Islam dengan menampilkan berbagai sistem pemahaman ajaran Islam untuk menghadapi kondisi zamam, pesantren telah banyak tersebar ke seluruh Indonesia. Dimana, pada awalnya pesantren diharapkan mampu menghadang arus panatisme golongan (baca: mazhab). Salah satu wadah atau tempatnya itu terletak di pesantren persatuan Islam (persis) Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur; yang melalui organisasinya telah menjadi suatu lembaga pendidikan yang ikut bertanggungjawab terhadap masa depan umat. Organisasi persatuan Islam (persis) yang pada mulanya berdiri di kota Bandung pada tahun 1920-an, tepatnya pada tanggal 17 September 1923, pada umumnya kurang berminat untuk membentuk cabang, sedang yang ada di Bangil adalah sehubungan dengan perpindahan seorang tokoh yang punya andil besar dalam dinamika persatuan Islam (persis), beliau adalah A. Hassan. Bahkan, kalangan persatuan Islam (persis) Bandung tidak segan-segan menjulukinya sebagai tokoh terkemuka persatuan Islam (persis). Sistem pemahaman ajaran Islam yang diterapkan di pesantren 2


persatuan Islam (persis) Bangil bersifat praktis dan matematis dalam metode pengambilan hukum yang bersumber pada al-Qur’an dan hadits tanpa harus terbelenggu oleh para imam mazhab. Barangkali ini yang membedakannya dengan sebagian organisasi Islam lainnya di tanah air. Gerak yang dikembangkan oleh para ulama pendiri pesantren persatuan Islam (persis) Bangil adalah semanagat ijtihad mengembalikan pengamalan ajaran Islam secara murni berdasarkan al-Qur’an dan hadits. Kemudian, dengan kemajuan dan perkembangan dunia modern, istilah “Manusia Sebagai Penguasa Alam” menjadi terma yang cukup mencuat. Dengan keahliannya, para dokter sudah mampu mengungkap; bahwa dalam tubuh babi, anjing, dan atau hewan sejenis lainnya mengandung cacing (parasiet) berbahaya yang disebut
taenia achinococcus
. Para psikolog mengatakan, bahwa prilaku garang (baca: galak) manusia ternyata juga dipengaruhi oleh mendominasinya pengkonsumsian manusia terhadap daging jenis hewan
omnifora
. Lalu mengapa “Manusia Sebagai Penguasa Alam” yang –katanya- mampu menguak berbagai rahasia Allah swt. lewat penemuan-penemuannya seperti tidak mengerti mana yang berbahaya dan mana yang tidak? Mana yang halal dan mana yang tidak? Jika pada tatanan aqidah saja umat Islam berhak memiliki warna pikir lain, apalagi pada wilayah kajian fiqih; tentunya perbedaan pendapat itu menjadi hal yang lumrah. Sepanjang perbedaan tersebut lahir dari sumber 3


autentik; yaitu al-Qur’an dan hadits dengan pemahaman yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Sejak lebih dari empat tahun yang lalu berkecimpung dengan doktrin keagamaan seperti pada latar belakang penyusunan skripsi di atas, dan lebih dari sebelas tahun di dunia pesantren seperti yang penyusun utarakan menjadikan topik skripsi ini layak untuk penyusun teliti lebih lanjut. Ada hal yang cukup menarik ketika penyusun menelaah hasil fatwa dari para pakar fiqih pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil mengenai problematika yang menjadi sasaran penyusunan skripsi ini, yakni bagaimana upaya para pakar fiqih persis Bangil berusaha menerapkan makna dan cara berfikir ilmu fiqih secara benar. Dimana, kata “fiqih” secara bahasa bermakna
alfahmu
, dengan arti; pemahaman. Sebuah pemahaman terhadap teks juga dipengaruhi oleh tingkat dan kapasitas keilmuan seseorang ketika menghadapi sebuah teks. Masih dapat ditolelir tentunya; jika sebuah produk fiqih tidak hanya bersandar pada produktifitas akal murni. Dan dari sini berlakulah sabda Rasulullah saw. yang menyatakan;
ا

ﻢﻜﺣ

اذإناﺮﺟأ

ﻪﻠﻓ

بﺎﺻا

ّﻢﺛ

ﺪﻬﺘﺟﺎﻓ

ﻢآﺎﺤﻟ
,
ّﻢﺛ

ﺪﻬﺘﺟاو

ﻢﻜﺣ

اذﺈﻓﺪﺣاو

ﺮﺟأ

ﻪﻠﻓ

ﺄﻄﺧأ
.}
ﻢﻠﺴﻣو

يرﺎﺨﺒﻟا

ﻩاور
{

Apabila seorang hakim akan memutuskan perkara lalu ia berijtihad dan ijtihadnya itu benar, ia memperoleh dua pahala [pahala ijtihad dan pahala kebenarannya]; dan apabila akan memutuskan perkara kemudian berijtihad namun ijtihadnya salah, ia mendapatkan satu pahala [pahala ijtihadnya].
(HR. Bukhari dan Muslim) Tertarik menekuni bidang pemikiran fiqih, dimana al-Qur’an dan 4


hadits menjadi sumber primordialnya menjadikan penyusun ingin mengaplikasikan ketertarikan tersebut lewat penyusunan topik skripsi yang dimaksud. Sebab penyusun berkeyakinan; merupakan sebuah keganjilan jika suatu bakat dan minat yang diimani sebagai hal yang positif, akan tetapi tidak wajib diwujudkan. Kemudian, jika saja Allah swt. melalui sabda Rasul-Nya tetap memberikan ganjaran pada dua kutub seorang mujtahid tersebut, lalu atas dasar apakah seseorang “lantang” menghakimi produk ijtihad lain; sepanjang syarat-syarat sebagai seorang mujtahid terpenuhi “dan tentunya bukan mujtahid level karbitan yang tidak paham seluk beluk dan kaedah-kaedah ijtihad?” Menurut Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ada enam syarat bagi seseorang dalam melakukan ijtihad. Syarat tersebut adalah; 1. Mengetahui dalil-dalil syar’i yang dibutuhkan pada waktu melakukan ijtihad; seperti mengetahui ayat-ayat dan hadits-hadits hukum. 2. Mengetahui disiplin ilmu yang menyangkut tentang keshahihan dan kedhaifan sebuah hadits, seperti mengetahui sanad-sadad, rijal-rijalnya dan selain dari keduanya. 3. Mengetahui
nasikh
dan
mansukh,
dan wilayah ijma’ supaya seorang mujtahid tidak berhukum dengan yang mansukh atau dengan yang menyelisishi ijma’. 5


4. Mengetahui dalil-dalil
tahksis, taqyid
atau semisalnya yang menyelisihi hukum, supaya dia tidak berhukum dengan sesuatu yang menyelisihinya. 5. Mengetahui kaedah bahasa dan ushul fiqih yang berhubungan dengan penunjukan lafazd-lafazd seperti
‘am
dan
khas,

mutlak
dan
muqayyad, mujmal
dan
mubayyan
dan semisalnya. Supaya dia berhukum sesuai dengan cakupan penunjukan tersebut. 6. Memiliki kemampuan yang memungkinkan dirinya melakukan
istinbath
hukum-hukum dari dalil-dalilnya. (al-Utsaimin, 1424: 87-88)
B. Penegasan Istilah
Skripsi ini berjudul “Analisis Fatwa Pondok Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bangil Mengenai Kehalalan Mengkonsumsi Daging Anjing : Perspektif Hukum Islam.” Supaya tidak terjadi kesalah-pahaman dalam menilai skripsi yang akan penyusun tulis, maka menjadi sangat mendesak untuk penyusun jabarkan makna judul skripsi tersebut. Analisis, berasal dari akar kata analisa; peneyelidikan sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan dsb) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya dsb (Poerwadarwinta, 1976:39-40) Fatwa, pelajaran baik; petuah, nasehat ulama, nasehat orang bijak (Novia, tanpa tahun terbit:115) Pondok, tempat yang dibangun di tengah sawah atau ladang yang 6


digunakan untuk istirahat dan sifatnya hanya sementara. (Novia, tanpa tahun terbit: 357) Pesantren, sekolah atau asrama tempat para santri mengaji ilmu agama. (Novia, tanpa tahun terbit: 347) Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Ajarannya berdasarkan hadits dan al-Qur’an. (Novia, tanpa tahun terbit: 204) Persis Bangil, singkatan dari persatuan Islam Bangil yaitu gerakan Islam modern yang didirikan atas prakarsa KH. Zamzam dari Palembang tanggal 17 September 1923 dan menjadi terkenal setelah A. Hassan, Muhammad Natsir, dan Isa Anshari menjadi tulang punggung pergerakannya (Shadily, 1984:V:2686). Pesantern tersebut berada di daerah Bangil kabupaten Pasuruan yang secara hirarki tidak ada hubungannya dengan organisasi Persis, tetapi inspirasi pendiriannya tidak dapat dipisahkan dengan Persis (Persis Bangil, 1972: 3) Kehalalan, berasal dari kata “halal” dengan arti, tidak dilarang oleh hukum (Islam); diizinkan menurut syarak. Adapun menghalalkan memiliki arti, menyatakan halal; merelakan; mengijinkan (Novia, tanpa tahun terbit: 167) Mengkonsumsi, dari kata konsumsi; pemakaian (barang-barang hasil industri, bahan makanan dsb) (Poerwadarwinta, 1976: 521) Daging, bagian badan di dalam kulit, pembungkus tulang (Novia, 7


tanpa tahun terbit: 82) Anjing, binatang yang biasa dipakai untuk berburu, menjaga rumah dsb (Poerwadarwinta, 1976: 48) Perspektif, sudut pandang: pandangan (Tim Penyusun Kamus, 1989: 675) Hukum, undang undang, peraturan; patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa alam yang tertentu (Novia, tanpa tahun terbit: 185) Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Ajarannya berdasarkan hadits dan al-Qur’an (Novia, tanpa tahun terbit: 204) Jadi yang dimaksud dengan judul skripsi di atas ialah, suatu penyelidikan mengenai sebab-sebab kehalalan mengkonsumsi daging anjing menurut pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil dan bagaimana duduk perkaranya menurut perspektif hukum Islam.
C. Batasan Masalah
Analisa penyusun dalam mengungkap status hukum Islam terhadap pengkonsumsian daging anjing oleh fatwa pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil dalam hal ini terbatas pada:

1.

Penyelidikan terhadap fatwa pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil mengenai kehalalan mengkonsumsi daging anjing. 2.

Mendudukkan perkara mengenai status hukum mengkonsumsi 8


daging anjing perspektif hukum Islam.
D. Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan alur penyusunan skripsi ini, maka penyusun mencoba mengarahkannya dengan mengacu pada dua pertanyaan dasar di bawah ini; 1.

Apa dasar hukum fatwa Pondok Pesantren Persatuan Islam (persis) Bangil menghalalkan pengkonsumsian daging anjing? 2.

Bagaimana hukum mengkonsumsi daging anjing perspektif hukum Islam?
E. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penyusun mempunyai beberapa tujuan, diantaranya;

1. Mengungkap dasar hukum fatwa pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil dalam upaya menghalalkan pengkonsumsian daging anjing. 2. Mengungkap bagaimana hukum mengkonsumsi daging anjing perspektif hukum Islam.
F. Manfaat Penelitian 9


Manfaat dari penelitian ini adalah; 1.

Untuk menambah khazanah keilmuan terutama dalam bidang ilmu hukum Islam. 2.

Kegunaan secara praktis adalah untuk memahamkan masyarakat bahwa perbedaan dalam wilayah fiqih merupakan hal lumrah. Dengan demikian, pihak-pihak yang berbeda dapat memahaminya sebagai sesuatu yang wajar.
G. Kajian Pustaka
Kurang memahami substansi problem yang menjadi obyek pembahasan juga menjadi salah satu kekurang-tajaman pisau analisis untuk mengerat paradigma pihak lain yang menjadi lawan doktrinnya. Allah swt berfirman:
$
y
ϑ
¯
Ρ
Î
)

t
Π
§

y
m

ã
Ν
à
6
ø

n
=
t
æ

s
π
t
G
ø
Š
y
ϑ
ø
9
$
#

t
Π
¤
$!
$
#
u
ρ

z
Ν
ó
s
s
9
u
ρ

Í

ƒ
Ì

Ψ
Ï

ø
9
$
#

!
$
t
Β
u
ρ

¨

Ï
δ
é
&


Ï
µ
Î
/

Î

ö

t
ó
Ï
9

«
!
$
#

(

Hanyalah Alloh mengharamkan atas kalian bangakai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih bukan dengan nama Allah.
(QS. Al Baqarah [02]: 173) Abu Ibarahim Muhammad Ali setelah membawakan ayat di atas memaparkan, kalau kita meneliti lebih lanjut ternyata ada hal lain yang diharamkan selain empat hal tersebut. Baik dalam al-Qur’an atau hadits-hadits yang shahih; semisal
khamr, judi,
binatang buas, burung yang 10


bercakar dan lainnya (Muhammad, 2007: 40) Padahal
,
sejauh yang penulis amati dari berbagai literatur primordial A. Hassan dan puteranya Abdulqadir, mereka hanya menggunakan ayat tersebut sebagai batasan Allah terhadap jumlah
binatang
yang diharamkan, dan bukan yang lainnya; seperti khamr dan judi. Karena masalah khamr dan judi memiliki terminal analisa yang berbeda. Selebihnya, ayat tersebut bukan satu-satunya argumentasi yang digunakan oleh A. Hassan dan puteranya Abdulqadir ketika membatasi jumlah yang Allah swt. haramkan dalam masalah binatang, melainkan ada beberapa ayat-ayat al-Qur’an
1
dan hadits-hadits
2
primordial yang menjadi acuan argumentasinya. Asy - Syaukani dalam tafsirannya terhadap QS. Al An’am [06] : 145 mengatakan: Allah memerintahkan nabi-Nya untuk mengumumkan kepada manusia bahwa tidak ada yang diharamkan selain empat perkara yang disebutkan, ini menunjukkan bahwa hal yang diharamkan terbatas hanya empat saja seandainya surat ini tidak turun di Makkah (akan tetapi surat ini turun di Makkah), kemudian turunlah setelah itu surat Al Maidah di Madinah dan ditambah lagi keharaman yang lain seperti hewan yang mati tercekik, hewan yang mati terpukul benda keras, hewan yang mati terjatuh, dan hewan yang mati ditanduk hewan lain, dan telah sah dari nabi saw. mengenai keharaman setiap binatang buas yang bertaring, burung yang bercakar tajam, keledai jinak, anjing dan semisalnya (Asy - Syaukani, 1413: 250-251) Abdurrahman bin Nashir As-sa’di mengatakan: Firman Allah swt. ketika mengungkapkan
illat
(diharamkan) nya bangkai, darah dan daging babi atau yang lainnya adalah hanya persoalan “kotor.” Dan ini memang merupakan sifat menyeluruh bagi setiap yang diharamkan. Maka, setiap yang diharamkan itu adalah kotor. Ia merupakan

1
Diantaranya; QS. Al Baqarah [02] : 29, QS. Al Baqarah [02] : 173, QS. An Nahl [16] : 115 dan QS. Al An ‘am [06] : 145.
2
Diantaranya hadits riwayat Imam Al Bazzar dalam buku Soal-Jawab Jilid 2 Hlm. 674. 11


perkara kotor yang Allah haramkan bagi hamba-Nya (As - Sa’di, 1428: I: 427) Jika dilihat dari uraian di atas, maka ada kontribusi yang perlu penulis tuangkan. Di antaranya seperti; bagaimana sesungguhnya A. Hassan dan putera beliau memahami ayat-ayat yang bersifat membatas jumlah binatang yang Allah haramkan? Sehingga dengan demikian, penyusunan skripsi ini menjadi relevan untuk diteliti lebih lanjut.
H. Kerangka Teoritis
1. Ketika Allah swt. membatasi jumlah binatang yang diharamkan, maka Rasulullah saw. tidak mungkin berani menambah jumlah batasan tersebut. Dalam hal ini, A. Hassan pada salah satu bukunya berkata; Adapun binatang bersiung, burung penyambar, keledai negeri dan lain-lain yang datang di sebahagian riwayat-riwayat mengatakan nabi saw. haramkan itu jika dia kata barang-barang itu pun haram, berarti bahwa firman Allah yang berbunyi, ”Tidak ada yang haram melainkan empat”
3
itu dusta. Tidak bisa jadi Allah berdusta dan tidak bisa jadi Rasulullah berani mengharamkan beberapa benda sesudah Allah berkata tidak ada yang haram melainkan empat.” (A. Hassan, 1991: 711) 2. Ada lima langkah dalam menafsirkan al-Qur’an menurut Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Lima langkah tersebut adalah; a. Kembali kepada
kalamullah
, yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Karena Dialah yang telah menurunkannya dan (tentu) Dia lebih mengetahui tentang apa yang Ia kehendaki dengannya.

3
QS. Al Baqarah [2] : 173, QS. Al An’am [6] : 145 dan QS. An Nahl [15] : 115 12


b.

Kembali kepada sabda Rasulullah saw. Yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan sunnah. Karena Rasulullah saw. penerima (wahyu) dari Allah swt, dan beliaulah manusia yang lebih mengetahui tujuan Allah swt. dengan kalam-Nya. c.

Kembali pada perkataan para sahabat RA. terutama kepada di antara mereka yang memiliki pengetahuan dan memiliki perhatian terhadap tafsir. Karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan pada masa mereka. Serta mereka adalah manusia paling jujur setelah para nabi dalam mencari kebenaran. Mereka lebih selamat hawa nafsunya dan lebih bersih dari perbedaan-perbedaan yang melingkup antara seseorang dengan petunjuk ke arah kebenaran. d.

Kembali kepada perkataan para tabi’in yang memfokuskan dirinya mengambil tafsir pada para sahabat RA. Karena para tabi’in adalah sebaik-baik manusia setelah para sahabat dan lebih selamat (dari) hawa nafsu daripada generasi setelah mereka. Pada masa mereka, bahasa Arab tidak begitu banyak mengalami perobahan. Oleh sebab itu, mereka lebih dekat ke arah kebenaran dalam memahami al-Qur’an daripada generasi setelahnya. e.

Kembali kepada kandungan kalimat, baik itu dari sudut makna
syar’i
atau bahasa, tergantung pada konteksnya. (Al-Utsaimin, 1422: 25-27) 13


I. Metode Penelitian 1.

Jenis dan tipe penelitian
Untuk memperoleh keterangan dalam penyusunan skripsi ini, maka diperlukan adanya pemakaian metode penulisan. Di antara jenis dan tipe penelitian yang ada, penulis hanya menggunakan jenis penelitian studi pustaka. Studi yaitu; kajian, telaah, penelitian, penyelidikan ilmiah (Tim Penyusun Kamus, 1989: 860). Pustaka ; kitab, buku (Tim Penyusun Kamus, 1989: 713) Jadi yang dimaksud dengan studi pustaka di sini ialah, mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan proses penelitian ilmiah dengan merujuk pada buku atau kitab.
2.

Pendekatan
Metode pendekatan yang penyusun gunakan dalam penelitian skripsi ini adalah; metode pendekatan
eksplanasi
. Yaitu mencoba berusaha menjawab pertanyaan “mengapa” atau mencari sebab akibat yang ada di antara fenomena-fenomena yang akan penyusun teliti.
3.

Teknik pengumpulan data
Dalam rangka mengumpulkan data-data yang akan penyusun gunakan dalam proses pembahasan skripsi ini, penulis melakukan studi literatur dari berbagai sumber tertulis.
14


4. Sumber data
a.

Data primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber utama. Yaitu berbentuk tulisan-tulisan yang diakui keabsahannya oleh pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil. Dalam hal ini, para tokoh pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangillah yang memiliki otoritas legal dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya oleh pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil. b.

Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dengan membaca buku literatur-literatur, majalah-majalah, makalah-makalah yang berhubungan dengan masalah yang berusaha penyusun analisa. Baik sumber-sumber tadi berupa tulisan-tulisan berbahasa Arab atau berbahasa Indonesia.
J. Sistematika Laporan Penelitian
Untuk memahami dan mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah tujuan pembahasan dan penelitian skripsi ini, maka secara garis besar dapat digambarkan sistematika skripsi ini sebagai berikut: 15


BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang masalah, penegasan istilah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian, dan sistematika laporan penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berusaha menjelaskan permasalahan yang akan penulis teliti secara ringkas.
BAB III : PROFIL ORGANISASI
Mencoba menerangkan sejarah berdirinya pondok pesantren persatuan Islam (persis) Bangil, dan tokoh-tokoh persis Bangil serta pemikirannya mengenai hukum mengkonsumsi daging anjing.
BAB IV : ANALISIS MASALAH HUKUM MENGKONSUMSI DAGING ANJING PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Berisi uraian tentang data khusus berkaitan dengan analisis permasalahan dan pemecahan masalah yang telah diuraikan pada bab terdahulu. Hal ini dimaksudkan agar proses penulisan skripsi memperoleh hasil yang maksimal.
16


BAB V : PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis kemudian diberikan saran-saran yang dianggap perlu bagi obyek penelitian lebih lanjut. REVISI YES!

Kamis, 12 Agustus 2010

edaran penakjil

MADRASAH DINIYYAH QUR’ANIYYAH
TEGALSARI
Alamat : Tegalsari, Bawuran, Pleret, Bantul, Yogyakarta 55791

No : -
Lamp : 2 Lembar
Hal : Permohonan


Kepada Yth. Bpk/Ibu Probo Kasijo
Di Jembangan

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdullillah segala puji syukur hanya bagi Allah SWT. Shalawat salam semoga tercurah kepada Baginda Rassullullah Muhammad SAW., amin.
Bersama ini kami atas nama Panitia Buka Bersama Madrasah Diniyyah Qur’aniyyah Tegal Sari akan mengadakan acara Buka Bersama.
Adapun acara tersebut Insya Allah akan kami laksanakan pada :

Hari/tanggal : Selasa, 25 Agustus 2009 s/d Selasa, 15 September 2009
Waktu : 17.00-18.00 WIB
Tempat : Aula Madrasah Diniyyah Qur’aniyyah Tegal Sari
Acara : Kultum, Buka Bersama, dan Shalat Maghrib berjamaah

Sehubungan dengan kegiatan tersebut kami atas nama Panitia Buka Bersama Madrasah Diniyyah Qur’aniyyah Tegal Sari kami memohon dengan hormat sudilah kiranya Bpk/Ibu untuk berkenan memberikan sumbangan snack sejumlah 130 bungkus pada hari Ahad, 30 Agustus 2009 demi kelancarab dan suksesnya acara tersebut.
Demikian permohonan ini kami sampaikan, besar harapa kami akan partisipasi Bapak/Ibu . Akhirnya, beribu terimakasih kami haturkan atas perhatian dan partisipasinya,
Jazza Kumullohu Akhsanal Jazza................
Wassalamua’laikum .Wr .Wb.

Tegal Sari, 19 Agustus 2009
Sekretaris Ketua Panitia



Vinna Alfiani Setyo Irianto
Mengetahui,
Pengasuh Madrasah Diniyyah
Qur’aniyyah Tegal Sari




Hj. Nur Khasanah

Senin, 09 Agustus 2010

seragam baru



dekorasi akhirussanah



Akhirussanah

Akhirussanah

Ada sekian kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh Al-Quran, tetapi tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan ke-Esa-an-Nya, serta mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Mengenai hal ini, Mahmud Syaltut mengatakan dalam tafsirnya: "Sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan Al-Quran untuk menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, problem-problem seni serta aneka warna pengetahuan."16

Didalam asbab al-nuzul diterangkan bahwa pada suatu hari datang seseorang kepada Rasul dan bertanya: "Mengapakah bulan kelihatan kecil bagaikan benang, kemudian membesar sampai menjadi sempurna pumama?" Lalu, Rasulullah saw., mengembalikan, jawaban pertanyaan tersebut kepada Allah SWT yang berfirman: Mereka bertanya kepadamu perihal bulan. Katakanlah bulan itu untuk menentukan waktu bagi manusia dan mengerjakan haji (QS 2:189). Jawaban Al-Quran bukan jawaban ilmiah, tetapi jawabannya sesuai dengan tujuan-tujuan pokoknya.

Ada juga yang bertanya mengenai "ruh", lalu Al-Quran menjawab: Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan: "Ruh adalah urusan Tuhanku, kamu sekalian hanya diberi sedikit ilmu pengetahuan." (QS 17:85).

Al-Quran tidak menerangkan hakikat ruh, karena tujuan pokok Al-Quran bukan menerangkan persoalan-persoalan ilmiah, tetapi tujuannya adalah memberikan petunjuk kepada manusia demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Syaikh Mahmud Syaltut setelah membawakan kedua ayat tersebut, lalu menulis. "Tidakkah terdapat dalam hal ini (kedua ayat tersebut) bukti nyata yang menerangkan bahwa Al-Quran bukan satu kitab yang dikehendaki Allah untuk menerangkan haqaiq al-kawn (kebenaran-kebenaran ilmiah dalam alam semesta), tetapi ia adalah kitab petunjuk, ishlah dan tasyri'."17

Senin, 05 April 2010

Bab 1: Pengenalan

Ini adalah cerita yang baru mengenai Islam. Cerita mengenai pergerakan yang dilancarkan oleh Muhammad, Pesuruh Allah, di dalam tahun A.D. 610 di Makkah, dan telah disempurnakan dengan sokongan dari sepupu baginda, Ali ibn Abi Talib, di dalam tahun A.D. 632 di Medina. Di dalam tempoh waktu sembilan puluh tahun dari A.D. 570 apabila baginda dilahirkan di Makkah, kepada A.D. 661 apabila pengganti baginda, Ali ibn Abi Talib, telah dibunuh di Kufa.
Terlalu banyak sejarah Islam yang telah ditulis dimasa-masa silam dan akan ditulis lagi dimasa-masa mendatang. Perkembangan Islam didalam bidang dakwah dimasa kini; terutama kebangkitan semula Islam setelah berkurun-kurun lamanya tenggelam; dan peranan minyak sebagai faktor yang baru didalam dunia politik diabad ini; akan tetapi yang terlebih utama dan yang baru saja berlaku, adalah kejayaan Revolusi Islam di Iran, semua ini sebagai pengerak kepada kebangkitan Islam yang baru di Timur dan Barat. Revolusi di Iran telah memulakan suatu ledakkan diserata dunia untuk membangkitan Islam, dan banyak buku telah ditulis mengenai perkara ini oleh orang Islam dan yang bukan Islam.
Diwaktu ini apabila ketua-ketua pemimpin agama kristian sedang berkerja secara senyap-senyap untuk menyedarkan semula impian asal dan tujuan mereka, ramai orang Islam juga sedang melihat kembali kepada keadaan sebuah negara yang ideal [sempurna] apabila Islam itu ‘bersatu’. Bagaimana pun, Islam hanya bersatu pada masa hidupnya Rasul, Muhammad. Sebaik sahaja Rasul wafat, keretakkan pertama telah mula timbul di dalam perpaduan Islam. Pengikut baginda – para Muslim – telah terbahagi kepada dua golongan. Di dalam perpecahan ini, ramai dari para sahabat baginda disatu kumpulan dan ahli keluarga baginda dikumpulan yang lain. Ketika ahli keluarga baginda sedang sibuk dengan urusan menyiapkan jenazah, sebahagian dari para sahabat sibuk pada ‘melantik’ ketua negara yang baru untuk menggantikan baginda. Diantara waktu wafatnya baginda dan waktu pengkebumiannya, kumpulan para sahabat telah berkumpul disebuah tempat perjumpaan [Saqifa] di Medina, dan disana mereka telah melantik seorang, dari kalangan mereka sebagai ketua yang baru bagi ummah. Mereka kemudian berhadapan dengan ahli-ahli dari keluarga Rasul, lalu memberikan keputusan mereka yang tidak boleh dibantah [dipaksakan]. Pertentangan ini, malangnya, telah menjadi perkara yang kekal di dalam sejarah ummah Islam.
Muhammad, Rasul Allah, adalah dari kaum Banu Hashim. Setelah baginda wafat pada 632 A.D, sepupu, menantu dan juga pewarisnya, Ali ibn Abi Talib, menggantikan baginda sebagai ketua Banu Hashim yang baru. Ramai dari para sahabat Muhammad, Rasul Islam, telah menyimpan secara rahsia rasa permusuhan terhadap beliau. Mereka tidak menunjukkan perasaan permusuhan ini semasa hidupnya Rasul, tetapi apabila mereka dapat menguasai kerajaan baginda di Medina, mereka memastikan supaya kekuasaan ini tidak terlepas, melalui apapun juga kedalam tangan Ali ibn Abi Talib. Dari itu ahli dari keluarga Muhammad, Rasul Allah, telah tewas kepada kuasa manusia ramai, bukan hanya dari kedudukan sebagai pengganti Rasul tetapi juga dari segala kedudukan dan kuasa didalam kerajaan yang dilantik oleh pengikut baginda [para sahabat].
Rakan, pengikut dan penyokong ahli keluarga Muhammad Mustafa, Pesuruh Allah, di dalam sejarah telah di panggil Shia; dan rakan, pengikut dan penyokong para sahabat, iaitu parti yang berjaya merampas tampok pemerintahan di Medina, telah di panggil Sunni. Saya juga akan menyebutkan dua kumpulan tersebut dengan nama-nama ini.
M. Shibli, seorang India, ahli sejarah Islam yang terkenal, telah mengatakan, hampir kesemua sejarah Islam telah ditulis oleh ahli sejarah sunni. Kenyataan ini menunjukkan, ulama’ shia tidak menulis sejarah Islam. Mengapa tidak? Mereka tidak menulis sejarah oleh kerana sebab yang nyata. Semua khalifa, sultan dan raja adalah golongan sunni. Shia tidak boleh menerbitkan interpretasi sejarah Islam yang berlainan dari interpretasi kerajaan, dan shia tidak berhasrat untuk membenarkan apa yang mereka telah yakini, iaitu sesuatu yang telah diubah dari keadaan sebenarnya. Maka shia mengambil keputusan untuk tidak menulis sejarah sama sekali. Dengan sebab itu, maka sejarah-sejarah Islam adalah dari kenyataan ‘rasmi’ kerajaan sahaja, yang telah diterima pakai sekarang. Adalah perkara yang paling logik bagi kerajaan Islam, di abad permulaan untuk melakukan, iaitu mengadakan di dalam sebaran am mereka, cerita-cerita yang dikehendakki oleh mereka sahaja. Begitu juga logiknya peranan penyokong kerajaan yang diperkatakan, pasti mengikuti segala arahannya. Didalam mengikuti kehendak kerajaan, jika mereka-mereka ini [penyokong kerajaan] merasakan perlu untuk menyembunyikan kebenaran atau paling tidaknya pada menafikan cerita dari parti lawan, itu adalah amat logik untuk mereka lakukan.
Tidak ada yang aneh atau yang memeranjatkan didalam atitiut [kerekter] penulis sejarah sunni. Perkara yang paling logik untuk mereka lakukan adalah menegakkan akan sahnya [diterima] peristiwa yang berlaku di Saqifa, dimana sebahagian dari para sahabat, semasa ummah Islam sedang berkabong, telah merampas kerajaan Muhammad.
Tetapi yang memeranjatkan adalah penulis-penulis sejarah dari barat yang menulis mengenai Islam, para Orientalis ini telah menelan dan menerima semuanya, apa saja ahli sejarah ‘istana’ telah berikan kepada mereka sebagai fakta, sama juga seperti sahihnya kitab-kitab mereka [sunni]. Sepatutnya para penulis Orientalis lebih berobjektif, tidak berpihak, dan di dalam persengketaan yang berlaku mereka tidak terlibat secara emosi. Keputusan dari perebutan tertentu, yang berlaku dimasa silam Islam, walau apa juga keputusannya, tidak memberikan sebarang perbezaan kepada mereka.
Bahkan kini, kebanyakkan dari kerja-kerja mereka menunjukkan, bukan kepada fakta tetapi kepada interpretasi dan propaganda dari parti yang memerintah. Dalam hal ini, kerja-kerja mereka adalah turutan dari buku-buku yang telah ‘di ilhamkan’, sebagaimana yang dikatakan oleh komunis, dari ‘golongan pemerintah’ Muslim.
Kerja-kerja para Orientalis boleh mempunyai nilai saintifik, jika mereka mematuhi nasihat dari ahli sejarah Islam berbangsa Spanyol yang terkemuka, Dr. J. A. Conde. Dia berkata: “Suatu bentuk penyelewengan yang mendampingkan dirinya pada urusan manusia yang mengarahkan bahawa didalam hubungan kejadian sejarah, mereka-mereka yang begitu penting akan jatuh ketahap serendah-rendahnya melalui saluran-saluran yang meragukan dari penyampaian penulisan oleh parti yang menang. Perubahan empair, terjadinya revolusi yang penting dan jatuhnya dinasti yang terkenal, kesemuanya boleh dikaitkan dengan penyampaian yang sebegini. Adalah dari penulis Roman sendiri bahawa sejarah keagungan mereka telah ditulis; cerita-cerita mengenai penentangan dan peperangan sengit yang mereka alami dengan Carthaginian telah sampai kepada kita dari penulis-penulis mereka; atau jika penulis Greek menulis perkara tersebut, penulis-penulis ini adalah dari kalangan penyokong-penyokong yang bergantung pada pihak Roman; dan mereka adakan sanjungan dan pujian yang berpihak kepada Roman. Maka terlihatlah kepada kita Scipio sebagai wira yang paling disanjungi, tetapi itu bukanlah yang sebenarnya, kerana sejarah hidupnya telah ditulis oleh hasil kerja penyokong dan pemujanya? Adalah benar bahawa kebangsawanan lagi terkenalnya Hannibal, tidak akan dilihat sebagai yang sebaliknya, walaupun jika yang menyampaikan cerita itu adalah musuh beliau; kerana jika tidaklah kerana kekejaman, kebencian dan polisi agresif Roman, yang mengarahkan supaya dimusnahkan segala bahan sejarah mengenai Carthage purba dan penduduknya serta peperangan mereka dengan Roman, maka General-genaral yang terkenal itu akan dilihat oleh kita dari satu sudut aspek yang berlainan dari apa yang di bentangkan oleh mereka yang biadap [barbarian] lagi kejam itu, seperti yang telah diulas oleh Livy dan diterima oleh pembaca sebagai gambaran Hannibal. Maka diskriminasi yang adil lagi saksama melarang kami dari merasa cukup dengan testimoni dari satu pihak sahaja. Ini memerlukan pada perbandingan diantara dua testimoni dengan di teliti tanpa berpihak, dan menyatakan semula semua yang ditemui, dengan tiada mempunyai niat yang lain dari untuk mendapatkan kebenaran.’ [History of the Dominion of the Arabs in Spain translated from Spanish by Mrs. J. Foster, Volume 1, page 1]
Tidaklah boleh dikatakan bahawa ramai penulis Orientalis telah tidak memberikan banyak sumbangan yang berharga di dalam pengajian, pengetahuan dan pemahaman mengenai Islam. Hanya dari usaha mereka sahaja khazanah Islam yang tidak ternilai harganya, seperti sejarah, seni dan kesusasteraan telah dapat diselamatkan dan kini dikekalkan. Besar kemungkinan banyak dari khazanah-khazanah tersebut telah lupus untuk selamanya jika tidak dari usaha mereka untuk menyelamatkannya. Diantara mereka ada yang mengetahui secara khusus mengenai pengajian Islam, dan pengetahuan mereka adalah umpama ensiklopedia. Mereka telah membaca dan mengumpulkan bahan-bahan yang khusus dengan banyaknya, dan kemudian memendekkan, menyusun dan menyuntingnya didalam bentuk kritikal analisis. Sebahagian dari mereka telah menghabiskan usia dan harta didalam pengajian tentang Islam, dan kepada mereka-mereka ini, dunia Islam telah terhutang budi dan juga jasanya.
Tetapi walaupun begitu, kecintaan penuntut-penuntut Barat yang mendalam pada ilmu pengetahuan, dan keinginan kepada kebenaran telah dapat di lihat apabila ramai dari mereka menyebut mengenai Islam; sejarah dan institiusinya, kadang-kala mereka telah tersasar [tersalah]. Sesuatu yang amat menakjubkan, tetapi benar, bahawa sebahagiannya telah memperlihatkan ketidak mampuan mereka untuk melihat menembusi peristiwa-peristiwa biasa yang berlaku berulangkali, kepada sesuatu yang tidak jelas fakta dan kebenarnya. Dan sebahagian dari mereka, bahkan gagal untuk melihat kepada fakta yang nyata.
Saya telah sebutkan diatas, prinsip-prinsip pada penulisan saintifik dan sejarah yang saksama sebagaimana yang telah dibentangkan oleh Dr. Conde, yang mana dirinya sendiri adalah seorang Orientalis yang terkemuka. Prinsipnya, adalah, tidak ada pakar penilai dalam ilmu sejarah, maka semuanya bergantung kepada apa yang diterima akal, dan tidak ada yang mistik [misteri] mengenainya. Dan bahkan, ramai dari para Orientalis telah menerima dan mempercayai sesuatu yang bodoh, seumpama peristiwa-peristiwa yang berlaku sejurus setelah wafatnya Muhammad, sebagaimana yang telah disampaikan oleh kerajaan yang berjaya merampas tahta untuk diri mereka.
Contoh yang amat jelas pada memperdayakan, dan penerimaan yang salah pada asasnya oleh para Orientalis didalam hal ini, adalah penerimaan mereka sebagai ‘fakta’ sejarah palsu bahawa Muhammad, Rasul Allah, wafat tanpa melantik sesiapa sebagai penggantinya, dan bahawa baginda meninggalkan masalah mencari ketua bagi ummah Muslim kepada kebijaksanaan pengikutnya sendiri.
Tiada seorangpun Orientalis yang berhenti sejenak, sejauh yang saya tahu, untuk menyelidikki sama ada ianya benar atau pun munasabah bahawa Muhammad telah meninggalkan ummah Muslim tanpa pemimpin, sehinggakan mereka terpaksa mencari seorang pengganti dengan tiada sebarang peraturan pada cara perlantikkannya, ianya adalah milik semua, apa cara saja boleh dipergunakan untuk mendapatkan kuasa. Dengan menjauhkan diri dari bersusah payah pada mencari kebenaran, maka para Orientalis hanya bersetuju dengan para penulis sejarah sunni bahawa Muhammad, seorang Rasul Islam, tidak mempunyai keinginan dan pilihan terhadap perlantikkan penggantinya; dan apa sahaja yang berlaku di Saqifa adalah sah dan betul dan untuk kepentingan ummah Islam.
Kecondongan para Orientalis kepada pro-Saqifa telah membawa mereka kearah jalan yang buntu dimana mereka tidak dapat menemui jawapan kepada banyak persoalan-persoalan yang asas didalam sejarah Islam, dan kini mereka dapati diri mereka terjebak sama seperti ahli sejarah sunni kedalam sangkar pertentangan, paradoks dan tidak diterima akal.
Ramai ahli sejarah sunni dan juga diantara penulis Orientalis telah membuat percubaan untuk memperkecilkan peranan yang dimainkan oleh Ali ibn Abi Talib di dalam sejarah Islam. Mereka berhak diatas pendapat dan tanggapan mereka sendiri, walaupun jika ianya tidak mempunyai kaitan kepada fakta sebenar. Didalam penulisan saya ini, saya akan cuba menyatakan segala-galanya dengan fakta. Dalam melakukannya, saya amat berharap semoga fakta itu sendiri dapat menjadi ‘pengadil’ [penentu]. Oleh kerana fakta sebenar adalah ‘pengadil’ yang tidak berpihak, maka ia boleh diambil kira sebagai pengimbang terhadap penilaian kepada sesuatu peranan yang dimainkan oleh beberapa pelakon utama di dalam sejarah Islam. Saya telah memilih dan mengikatkan kesemuanya kepada seurat benang, seumpama mutiara, dan menjadikannya ‘rantai leher’, supaya kebanyakkan mereka dapat dilihat pada satu tempat.
Sejarah tidak mempunyai mahkamah agung yang dapat memberikan keputusan; aesuatu itu adalah rakaman-rakaman peristiwa yang telah tersilap. Tetapi sejarah dengan sendirinya boleh mencari mahkamah agungnya sendiri atau tribunal yang berobjektif didalam penerimaan logik terhadap fakta.
Saya mempunyai sebab-sebab lain yang amat pragmatik di atas pergantongan kepada fakta. Didalam menulis cerita-cerita mengenai permulaan Islam, terdapat 3 punca utama, yakni, al-Quran al-Majid [kitab Islam yang diwahyukan]; hadith [perbuatan dan perkataan Muhammad, sebagaimana yang telah disampaikan oleh rintitan perawi-perawinya]; dan peristiwa yang dirakamkan oleh ahli sejarah Arab. Dari ketiga-tiga ini, yang pertama, yakni al-Quran, telah diperakui oleh semua Muslim sebagai yang asli. Jika Muslim mencabar penguasaan al-Quran, dia dengan sendirinya menjadi murtad. Al-Quran dan apa yang ada didalamnya, sebagi saorang Muslim mempercayainya tidak berubah, tetapi penafsiran dan penghuraian kepada ayat-ayatnya banyak yang bertentangan, dan tidak terdapat apa-apa bukti yang boleh mengatakan bahawa penafsiran sesuatu jamaah [golongan] itu adalah yang betul. Hadith juga mempunyai kecacatannya, terlalu banyak yang palsu dan hanya terdapat sebahagian kecil sahaja yang diterima pakai oleh sunni dan shia sebagai sahih. Maka saya menjadi amat pemilih, dan hanya menyatakan ayat-ayat al-Quran dan juga hadith-hadith yang mana interpretasi perbezaannya diantara sunni dan shia adalah minima. Tetapi fakta sejarah adalah satu bidang dimana tidak mempunyai banyak ruang untuk dipertikaikan.
Saya banyak menggunakan kenyataan dari ahli-ahli sejarah baru dan lama, di dalam buku ini, pada peristiwa atau keadaan yang sama. Saya melakukannya, hanya untuk membentangkan kepada para pembaca lebih dari satu sudut pandangan atau lebih dari satu interpretasi terhadap satu-satu kejadian yang penting. Kejadian yang sama, dipandang dari sudut yang berlainan, kelihatan berbeza-beza dari pemerhatian yang berlainan maka terdapatlah berlainan interpretasinya. Dengan harapan semoga para pembaca berkongsi pendapat seperti yang telah saya terokai, dengan seringkali memberikan lebih dari satu pandangan ahli sejarah untuk menyatakan cerita yang sama. ‘Biarkan ahli-ahli professional melakukan tugas-tugas itu,’ inilah cogan kata saya didalam menyatakan semula kebanyakkan dari fakta-fakta yang penting didalam sejarah Islam.
Lagi satu sebab mengapa saya membentangkan testimoni para ahli-ahli sejarah dengan banyaknya, adalah untuk memuatkan thesis saya dengan bukti-bukti, supaya para pembaca, jika mereka berhajat, boleh merujuk semula kepada puncanya yang dipercayai.
Telah dikatakan bahawa, sungguh mencabar untuk menyelidik kepada apa yang belum diketahui, malahan lebih mencabar lagi, untuk bertanyakan kepada apa yang telah diketahui. Kebanyakkan dari ‘apa’ yang dikatakan sebagai ‘fakta yang diketahui’ di dalam sejarah kelahiran Islam, adalah tidak lebih dari ketaatan-ketaatan kepada tanggapan-tanggapan ataupun berhajatnya mereka kepada ketaatan, yang mana dengan kekerapan mengulangi melakukan sesuatu itu dari generasi-generasi Islam yang terdahulu, yang telah menerimanya sebagai sebatian, jika tidakpun sebagai ‘status kepada kepercayaan’. Apabila saya bertanyakan mengenai cerita-cerita para Muslim ini, yang berselindung diri dari ‘kebenaran sejarah’, saya dapati cerita-cerita mereka tidak dapat bertahan dari diteliti dengan di kritik secara analistik. Terpulanglah kepada para pembaca untuk mempertimbangkan sama ada untuk terus mempercayainya atau untuk menerima yang sebenar, dimana sebahagian darinya adalah amat pahit. Terdapat juga manusia yang takut kepada kebenaran. Kebenaran seolah-olah mengancam illusi, tahyul yang diminati, dan juga kepercayaan mereka. Ini semua, setelah sekian lama menjadi pegangan dan telah sebati di dalam diri dan kini mereka merasa aman dan selesa untuk hidup dengannya tanpa sebarang ‘gangguan dari kebenaran’. Mereka telah samakan kebenaran ini sebagai yang ‘memusnahkan’. Sedangkan kebenaran sahajalah yang dapat memberikan keselamatan yang sebenar kepada diri mereka. Kebenaran hendaklah ditegakkan dengan apa saja sekalipun, dan oleh semua, terutama sekali oleh ahli-ahli sejarah. Kebenaran hendaklah diperjuangkan walaupun ianya menyakitkan orang yang terdekat kepada kita dan memberi manfaat kepada musuh. Kejujuran yang paling utama bagi ahli sejarah adalah kepada kebenaran dan tidak ada yang dapat memalingkan dirinya dari itu.
Peperangan pendapat dan pertentangan pendirian telah menjadi lebih menarik apabila tumpuan penyelidikan beralih dari konsep filosofi dan politikal doktorin yang absterak kepada watak [karekter] dan personaliti, yang memainkan peranan utama didalam peristiwa-peristiwa yang sedang dikaji. Sejarah kini hidup kembali dengan watak-watak mereka, bergegar dengan perwatakan yang telah ‘menjadikan peristiwa’ atau bertindak kepadanya atau bertindak keatasnya. Mereka melahirkan sejarah dengan element ‘kepentingan manusia’, dan sentuhan aksi peristiwa.
Apa juga sejarahnya – kemalangan atau malapetaka yang tidak dapat dielakkan, atau tekanan ekonomi atau tindakkan pemerintah yang kuat atau hasil dari tindakkan yang tiada siapa memahami atau pandangan manusia secara kolektif – apa juga sejarahnya, bangsa Arab itu sendiri yang melihat dan menghuraikan sejarah-sejarah mereka, lebih berpandukan kepada tindakkan peribadi dari yang lainnya. Dan mereka mungkin juga betul. Sebagaimana juga di dalam lain-lain bidang yang diceburi, sejarah adalah hasil dari mereka yang bertindak. Di dalam tindakbalas ini, bukanlah ada sesuatu kuasa asing tetapi manusia itu sendiri. Pertentangan yang berlaku didalam sejarah bukanlah dari petikan filosofi, ekonomi atau sosiologi tetapi diantara manusia. Telah dikatakan bahawa didalam keadaan sosiologi yang bagaimana sekalipun, sejarah tidak boleh mengabaikan faktor kemanusiaan.
Sejarah, 23 tahun pertama kerjaya Islam telah menunjukkan Pentadbiran Muhammad sebagai Pesuruh Tuhan, di sebilangan besar darinya, bersama baginda, dari tindakkan peribadi penyokongnya Ali ibn Abi Talib. Ini adalah testimoni sejarah. Tetapi testimoni ini yang ramai ahli sejarah berterusan cuba untuk menutupinya. Kepada testimoni inilah saya cuba mengambil perhatian pembaca kepada buku ini.
Tetapi dengan tidak melupakan kekurangan-kekurangan yang terdahulu dan yang kini oleh ahli sejarah Barat tentang Islam, masih ada harapan baru terhadap ahli sejarah yang akan datang, yang akan mengisi segala yang telah dikeluarkan dan juga kegagalan dari ahli sejarah yang terdahulu. Apa yang mereka perlu lakukan adalah tidak condong pada mana-mana pihak, dan tidak menerima secara membuta-tuli setiap penghuraian dan keputusan yang telah menjadi adat sejarah Islam, tetapi untuk membongkar kebenaran itu sendiri melalui rujukan dan penelitian terhadap bukti.
Didalam pengenalan pada Cambridge History of Islam, Volume 1, diterbitkan oleh University Press, Cambridge 1970, P. M. Holt menulis: “Pengajian terhadap sejarah Islam kini sedang membangun, banyak dari perkara-perkara yang tertentu dari para sejarah Barat yang lalu [selalunya membayangkan pandangan dan penghuraian ahli sejarah Islam terdahulu] kini telah terhapus, dan dengan perlahan berserta penyelidikan yang mendalam pemahaman yang sebenar terhadap masa silam akan diketahui.’
Percubaan untuk menterjemah sejarah Islam, terutama sejarahnya di abad pertama, adalah umpama memijakkan kaki dilapangan periuk api; ianya penuh dengan kontroversi, celaan dan pertentangan, dan sesiapa yang menghampirinya hendaklah penuh berhati-hati. Walau bagaimana pun interpretasi tetap kekal sebagai asas untuk memahami sejarah. Tanpa interpretasi, sejarah menjadi longgokkan timbunan informasi yang tidak teratur dan katalog peristiwa yang ‘mati’ dan tarikh-tarikh yang tidak berkaitan. Ya peristiwa-peristiwa yang ‘mati’ ini kembali hidup apabila kesan-kesan itu dikaitkan kepada penyebab dan perhubungan kepada fakta dapat dibuktikan. Satu fakta didalam menguatkan kepada fakta yang lain dapat menunjukkan kebenaran sejarah itu sendiri; tetapi jika bersendirian ia mungkin tidak punya erti.
Bahkan hubung-kait Einstein [relativity] adalah kefahaman kepada dunia, bukanlah sebagai peristiwa berturutan, tetapi sebagai hubung-kait.
Sebagaimana yang telah dinyatakan diatas, terdapat banyak buku-buku mengenai Islam, tetapi kebanyakkannya adalah ulangan [stereotype], interpretasi mengenai cerita kelahiran, membesar dan pengalaman agamanya; sebagaimana yang telah disampaikan kepada pengarang mereka dari ahli sejarah istana yang dikuasai kerajaan yang dilahirkan dari saqifa, dan kerajaan-kerajaan selepasnya – kerajaan Damascus dan Baghdad. Cerita-cerita ini, bagaimana pun mempunyai versi nya yang berlainan juga.
Prinsip kanun [perundangan] Roman dahulu adalah: ‘Di dalam mana-mana perbalahan, dengarlah pada pihak yang satu lagi’ atau ‘biarlah pihak yang sebelah lagi didengari’ Tindakkan bersepadu manusia – yang dikatakan politik – adalah penuh dengan trajedi-trajedi yang menyayat hati yang telah merosakkan kehidupan setiap orang dibumi ini. Kebanyakkannya dapat dielakkan jika undang-undang ini dipatuhi oleh semua.
Prinsip yang dipertikaikan, hendaklah didengarkan dari kedua belah pihak – cara inilah yang digunakan di dalam sistem perundangan di setiap negara; terutama sekali di Amerika Syarikat dan di Eropah. Thomas Jefferson telah memperjelaskan prinsip ini, yang tanpanya tidak akan ada keadilan, apabila dia mengatakan: "Demi Tuhan, biarlah kita dengarkan dari kedua belah pihak. [‘For God’s sake let us freely hear both sides."] Penuntut pengajian Islam di Amerika dan Eropah, biasanya telah mendengar cerita dari satu pihak sahaja; buku ini adalah satu percubaan untuk membentangkan cerita sejarah Islam dari pihak yang lain. Dengan tujuan ini saya serahkan pengadilannya kepada para pembaca.

Dari yang Takut, lari dari kebenaran yang baru;
Dari yang Cuai, kandungannya sebahagian sahaja yang benar;
Dari yang Angkuh, merasakan telah mengetahui segala yang benar;
Wahai Tuhan yang Benar Selamatkanlah kami!

kontemprr

HUKUM OPERASI KECANTIKAN WAJAH


PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mau tidak mau juga membawa dampak kemajuan bagi dunia kedokteran. Dan, seiring dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang medis, penyakit manusia pun menjadi semakin kompleks dan variatif. Meskipun bisa jadi, penyakit-penyakit semacam lever, kanker, tumor, jantung koroner, ginjal, paru-paru basah, stroke, dan lain-lain, sudah ada sejak dulu, namun setidaknya, jenis penyakitnya baru dapat dideteksi dan ditemukan obatnya akhir-akhir ini. Mungkin hanya AIDS saja yang belum ditemukan obatnya. Sekiranya memang AIDS adalah suatu penyakit, bukan laknat Tuhan. Tidak semua yang berurusan dengan dokter adalah orang sakit.
Orang sehat pun bisa saja punya urusan dengan dokter. Karena, memang yang dibahas dan dipelajari dalam dunia kedokteran bukan hanya penyakit. Namun segala hal yang berkaitan dengan penyakit. Termasuk orang sehat yang lalu ‘menjadi sakit’ karena dilakukan tindakan medis terhadap dirinya. Misalnya, perempuan yang aborsi, orang yang mendonorkan sebagian anggota badannya, atau orang yang ingin operasi plastik untuk mempercantik diri. Sebetulnya, pada dasarnya orang tersebut tidak sakit. Tetapi karena dilakukan tindakan medis terhadap dirinya, maka urusannya pun menjadi berkaitan dengan kedokteran dan para dokter.
Dulu, operasi plastik kosmetik hanya monopoli kaum berduit. Dan tampaknya pula, hanya wanita yang tertarik “mempermak” tubuhnya. Tapi kini, makin banyak pria yang mulai “melirik” operasi plastik sebagai salah satu alternatif memperbaiki bentuk tubuhnya. Gejala apa ini? Dengan semakin majunya teknik bedah plastik yang kini telah mampu membuat hasil operasi sealami mungkin, berubahnya pandangan masyarakat (khususnya pria) terhadap operasi plastik dan meningkatnya kesadaran pria akan penampilannya, kini telah banyak pria mengunjungi dokter bedah plastik untuk minta sedot lemak, mengecilkan payudara, memancungkan hidung, memperbesar kelopak mata atau “mempermak” bagian lain dari wajahnya.
Bahkan, ada pula yang ingin memperbesar kelaminnya (maaf) dengan bedah plastik. Sebagai tambahan, biaya operasi yang kian terjangkau juga dapat diperhitungkan sebagai salah satu faktor pendukung. Yang jelas, tampaknya operasi plastik kosmetik telah mulai mendapat tempat di hati pria, terutama mereka yang peduli pada penampilannya.
Meski demikian, pertimbangan pria mengenai segi kosmetis dari bedah plastik ini agak berbeda dengan wanita. Bila wanita cenderung memilih bedah plastik untuk meningkatkan nilai estetik dari suatu bagian tubuhnya--yang terkadang normal-normal saja, pria memilih bedah plastik untuk menutupi atau mengatasi kekurangan dari suatu bagian tubuhnya yang memang kurang sempurna.
Akan tetapi dalam makalah ini kami hanya akan menyinggung “Hukum Operasi Wajah Untuk Kecantikan” saja. Oleh karena kritik dan saran konstruktif sangat penyusun harapkan dari para pembaca budiman.
PEMBAHASAN


1. PENGERTIAN
Para ahli medis mendefinisikan operasi kecantikan sebagai operasi yang dilakukan untuk mempercantik bentuk dan rupa bagian-bagian tubuh lahiriyah seseorang. Kadang kala dilakukan atas kemauan yang bersangkutan sendiri, dan kadang kala karena darurat (terpaksa).
Operasi plastik (plastic surgery) atau dalam bahasa Arab disebut jirahah at-tajmil adalah operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas, atau rusak. (Al-Mausu’ah at-Thibbiyah al-Haditsah, 3/454).
Operasi kecantikan yang dilakukan karena darurat atau semi darurat adalah operasi yang terpaksa dilakukan, seperti menghilangkan cacat, menambah atau mengurangi organ tubuh tertentu yang rusak dan jelek. Melihat pengaruh dan hasilnya, operasi tersebut sekaligus memperindah bentuk dan rupa tubuh.
Cacat ada dua jenis: (1) Cacat yang merupakan pembawaan dari lahir; dan (2) Cacat yang timbul akibat sakit yang diderita.
Cacat pembawaan dari lahir misalnya, bibir sumbing, bentuk jari-jemari yang bengkok dan lain-lain. Cacat akibat sakit misalnya cacat yang timbul akibat penyakit kusta (lepra), akibat kecelakaan dan luka bakar serta lain sebagainya. Sudah barang tentu cacat tersebut sangat mengganggu penderita secara fisik maupun psikis.
Dalam kondisi demikian syariat membolehkan si penderita menghilangkan cacat, memperbaiki atau mengurangi gangguan akibat cacat tersebut melalui operasi. Sebab cacat tersebut mengganggu si penderita secara fisik maupun psikis sehingga ia boleh mengambil dispensasi melakukan operasi. Dan juga karena hal itu sangat dibutuhkan si penderita. Kebutuhan mendesak kadang kala termasuk darurat sebagai salah satu alasan keluarnya dispensasi hukum. Setiap operasi yang tergolong sebagai operasi kecantikan yang memang dibutuhkan guna menghilangkan gangguan, hukumnya boleh dilakukan dan tidak termasuk merubah ciptaan Allah.

2. ALASAN-ALASAN OPERASI PLASTIK
Salah satu alasan untuk melakukan operasi plastik, adalah karena pria juga ingin tampak awet muda, sehingga ia melakukan facelift. Contohnya, Michael Jackson Stanley Jacobs, seorang aktor gaek Amerika, yang kembali mendapat order segera setelah ia melakukan operasi facelift. Mengaku penampilan merupakan hal yang penting baginya, ia mengatakan, tak ingin tampak seperti saat berusia 20-an, hanya ingin tetap tampil menarik di usianya sekarang. Hal ini tampaknya didorong oleh kemajuan di bidang bedah plastik yang memungkinkan hasilnya se’alami’ mungkin dan tak meninggalkan bekas.
Itu karena operasi plastik jaman dulu bisa diibaratkan seperti merapikan seprei dengan “menyembunyikan” bagian kusutnya di bawah kasur, artinya mereka meremajakan lapisan lemak di permukaan kulit wajah tanpa menyentuh lapisan otot dan jaringan ikat diantara kulit dan tulang wajah.
Sementara dengan teknik bedah plastik yang dilakukan saat ini dapat meremajakan kedua lapisan tersebut. Ditambah dengan kemampuan menyembunyikan bekas jahitan di garis rambut, belakang lipatan hidung dan bawah dagu, hasilnya tentu akan tampak jauh lebih alami.
Cara lain untuk tampak awet muda, juga dengan bedah plastik, adalah dengan melakukan sedot lemak, yang merupakan jenis operasi bedah plastik terbanyak yang dilakuan di Amerika. Dengan cara ini, mereka dapat menghilangkan lemak tubuh di tempat yang tak diinginkan, seperti perut, paha, dll. Di Amerika sendiri, semakin banyak pria melakukan bedah plastik seperti dikatakan.
Ketua Asosiasi Dokter Bedah Plastik Amerika, Dr. Paul Schnur, "mereka tidak hanya ingin merasa dan tampak lebih muda, tapi juga karena membuat mereka merasa lebih kompetitif di tempat kerja." Di samping sedot lemak, prosedur bedah plastik yang juga banyak diminati adalah operasi kelopak mata, pembentukan hidung, pengecilan payudara dan injeksi kolagen.

3. JENIS-JENIS OPERTASI PLASTIK
Seperti yang telah kita ketahui bahwa operasi yang dilakukan itu bisa sebelum meninggal atau sesudahnya, akan tetapi untuk pembagian yang kedua ini tidak ada hubungannya dengan operasi plastik. Oleh karena itu dalam makalah yang singkat ini, kita tidak membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan mayat.
Operasi plastik ada dua :
1. Operasi tanpa ada unsur kesengajaan
2. Operasi yang disengaja

Operasi Tanpa Ada Unsur Kesengajaan
Maksudnya adalah operasi yang dilakukan hanya untuk pengobatan dari aib (cacat) yang ada dibadan, baik karena cacat dari lahir (bawaan) seperti bibir sumbing, jari tangan atau kaki yang berlebih, dan yang kedua bisa disebabkan oleh penyakit yang akhirnya merubah sebagian anggota badan, seperti akibat dari penyakit lepra/kusta, TBC, atau karena luka bakar pada wajah akibat siraman air panas.
Kesemua unsur ini adalah opersi yang bukan karena keinginannya, akan tetapi yang dimaksudkan adalah untuk pengobatan saja, walaupun hasilnya nanti menjadi lebih indah dari sebelumnya, dalam hukum fiqih disebutkan bahwa, operasi semacam ini dibolehkan saja, adapun dalil diantaranya sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.a, dari Nabi Saw. berliau pernah bersabda, “Tidaklah Allah SWT. menurunkan wabah/ penyakit kecuali Allah Swt. juga menurunkan obat penwarnya”(H.R. Bukhari).
Selain dasar hukum diatas, ada juga riwayat dari Usamah ibn Syuraik ra, berkata, “Ada beberapa orang Arab bertanya kepada Rasulullah Saw.:”Wahai Rasulullah, apakah kami harus mengobati (penyakit kami), Rasulullah menjawab, “Obatilah. Wahai hamba-hamba Allah lekaslah kalian berobat, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, diriwayat lain disebutkan, beberapa penyakit. Kecuali diturunkan pula obat penawarnya Kecuali satu yang tidak bisa diobati lagi”, mereka pun bertanya,”Apakah itu wahai Rasul?”, Rasulullah pun menjawab, “Penyakit Tua”(H.R At-Turmudzi)
Operasi ini tidak bisa dikatakan mengubah ciptaan Allah dengan sengaja, karena operasi ini untuk pengobatan, walaupun pada akhirnya bertambah cantik atau indah pada dirinya.
Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi berpendapat : “Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang mungkin menjijikkan pandangan, misalnya karena ada daging tambah yang boleh menimbulkan sakit jiwa dan perasaan, maka tidak berdosa bagi orang itu untuk berobat selagi dengan tujuan menghilangkan kecacatan atau kesakitan yang boleh mengancam hidupnya. Kerana Allah tidak menjadikan agama buat kita ini dengan penuh kesukaran“

Operasi yang Dilakukan Dengan Sengaja
Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau karena kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah keindahan dan mempercantik diri.
Operasi ini ada bermacam-macam, akan tetapi saya hanya menuliskan garis besarnya saja, yaitu terbagi dua, dan setiap bagian mempunyai hukum masing-masing:
a. Operasi anggota badan
b. Operasi mempermuda
Diantaranya adalah operasi anggota badan, seperti: adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut, payudara, pantat (maaf) dengan ditambah, dikurang atau dibuang, dengan keinginan agar terlihat cantik. Adapun operasi bagian kedua ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah berumur tua, dengan menarik kerutan diwajah, lengan, pantat, tangan, atau alis.
mungkin ini menurut penulis bagian-bagian yang sering kita temui dan yang paling umum; para ulama berbeda pendapat mengenai hukum operasi plastik ini :
Kebanyakan ulama hadits berpendapat bahwa tidak boleh melakukan operasi ini dengan dalil diantaranya sebagai berikut:
Allah berfirman:
    •    •  • •     •                

Artinya: “Allah telah melaknatnya. setan berkata, “sungguh akan kutarik bagian yang ditentukan dari hamba-hambaMu. dan sungguh akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitlan angan-angan kosong mereka, dan aku suruh mereka memotong telinga binatang ternak lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku akan suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar merobahnya. dan barangsiapa yang menjadikan setan sebagai pelindung maka sungguh dia telah merugi dengan kerugian yang nyata” (Q.S An-Nisaa’: 118-119).

4. HUKUM OPERASI PLASTIK
Ulama-ulama kita masa lampau mengharamkan perubahan bentuk fisik manusia, lebih-lebih kalau hanya didasarkan pertimbangan kecantikan. Pengubahan itu dinilai sebagai tidak menerima ketetapan Allah. Bukankah, kata mereka, manusia telah diciptakan Allah dalam bentuk sebaik-baiknya? [lihat QS at-Tîn [95]: 5].
    
Artinya: “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),” (Qs. Al-Tiin: 5).
Dalil-dalil teperinci yang mereka kemukakan antara lain firman Allah dalam surah ar-Rûm [30]: 30,
         ••             ••   
Artinya: “… jangan lakukan/tidak dibenarkan perubahan dalam ciptaan Allah.” Juga surah an-Nisâ’ [4]: 119, yang menginformasikan sumpah setan, Artinya: “… dan akan saya suruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak dan akan saya suruh mereka mengubah ciptaan Allah [lalu benar-benar mereka akan mengubahnya].”
Di samping ayat di atas, ada lagi beberapa hadits Nabi yang, antara lain, yang diriwayatkan oleh Muslim, “Allah mengutuk pemakai tato dan pembuatnya, dan yang mencabut rambut wajahnya serta si pencabutnya, dan yang mengatur giginya yang mengubah ciptaan Allah.”
Demikian, sebagian teks keagamaan yang dijadikan dasar oleh sementara ulama dalam hal melarang pengubahan atau operasi plastik dengan tujuan kecantikan. Kalau kita menganalisis dalil-dalil tersebut, maka sebenarnya sedikit sekali ulama yang memahami arti surah ar-Rûm [30]: 30 di atas sebagai larangan mengubah bentuk fisik manusia.
Hampir semua ulama baik yang terdahulu, lebih-lebih yang kontemporer, memahaminya sebagai larangan atau tidak bisanya mengubah fitrah keagamaan manusia [fitrah tauhid]. Dan hal ini sejalan dengan konteks ayat itu, kalaupun fitrah dipahami dalam arti umum, maka ayat ini pun tidak dapat dijadikan dasar, karena fitrah manusia adalah apa yang diciptakan Allah dalam dirinya.
Fitrah adalah gabungan dari unsur tanah yang melahirkan jasmani dan unsur ruh yang melahirkan akal dan jiwa. Manusia berjalan dengan kakinya adalah fitrah jasadnya, dan upayanya untuk mengambil sesuatu dengan kakinya tidak sejalan dengan fitrah jasadiah ini. Mengambil kesimpulan dengan mengaitkan premis-premis adalah fitrah akliahnya, dan mengambil kesimpulan akliah dengan premis-premis yang saling bertentangan adalah bertentangan dengan fitrah akliah manusia.
Kecenderungan terhadap lawan seks adalah fitrah manusia, dan ingin memiliki keturunan serta cinta anak adalah fitrah manusia. Ingin selalu cantik juga fitrah manusia. Menghilangkan atau mengubah fitrah itulah yang dilarang.
Adapun surah an-Nisâ’ [4]: 119 di atas, maka jelas ia merupakan larangan melakukan pengubahan bentuk fisik, tetapi diamati oleh sekian ulama bahwa konteks ayat tersebut berkaitan dengan [a] binatang; [b] pengubahan yang memperburuk atau menghalangi berfungsinya salah satu anggota badan ciptaan Allah; dan [c] atas dorongan ajaran setan. Atas dasar ini, jika faktor tersebut tidak terpenuhi maka terbuka kemungkinan untuk membolehkannya.
Hadits-hadits yang melarang penyambungan rambut, meruncingkan atau meluruskan gigi dan semacamnya bila dipahami dalam konteks faktor-faktor itu, tentu tidak akan dipahami secara harfiah dan dengan demikian terbuka peluang untuk membolehkannya.
Ulama besar kontemporer dari Tunis, Syaikh Muhammad Fadhil bin ‘Âsyûr, menulis dalam tafsirnya ath-Tahrîr wa at-Tanwîr [V: 205]: “Tidak termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah bila seseorang melakukan perubahan yang diizinkan-Nya. Tidak juga termasuk dalam larangan ini, perubahan yang bertujuan memperbaiki atau memperindah.
Bukankah khitan termasuk mengubah ciptaan Allah? Akan tetapi karena mempunyai dampak positif terhadap kesehatan maka ia diperbolehkan. Demikian juga mencukur rambut untuk menghindari keruwetan, menggunting kuku untuk memudahkan kerja tangan, dan melubangi telinga wanita untuk memasang anting demi keindahan.
“Saya duga larangan itu bertujuan melarang bersikap atau bersifat seperti sikap atau sifat yang pernah diperagakan oleh wanita-wanita tunasusila ketika itu, atau sikap/ sifat wanita musyrikah. Karena, kalau tidak demikian, pasti larangan tersebut tidak sampai pada tingkat laknat/kutukan terhadap pelaku-pelakunya. Kesimpulannya, mengubah ciptaan Allah baru merupakan dosa apabila berkaitan dengan ketaatan kepada setan, apalagi yang merupakan pertanda dari identitas ajaran setan, sebagaimana dipahami dari konteks ayat ini.” Demikian Ibnu ‘Âsyûr.
Sebelum ulama ini, Sayyid Muhammad Rasyîd Ridhâ [w. 1935] pun telah menulis dalam tafsirnya menyangkut pengubahan ciptaan Allah, kutukan terhadap yang memakai tato, dan meluruskan gigi untuk tujuan keindahan. Beliau berpendapat demikian: “Agaknya larangan yang begitu keras ini disebabkan oleh mereka yang melampaui batas dalam melakukan hal tersebut hingga mencapai tingkat pengubahan yang buruk dan menjadikan semua badan, apalagi yang tampak darinya, seperti muka dan tangan, berwarna biru karena tato buruk itu, sedangkan ketika itu banyak tato yang menggambarkan sembahan-sembahan mereka dan sebagainya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani dengan menggambar salib di tangan dan dada mereka. Adapun yang berkaitan dengan gigi, meluruskannya atau memotong sedikit kalau panjang, maka tidak tampak di sini pengubahan yang memperburuk, bahkan ia lebih mirip dengan menggunting kuku dan mencukur rambut, seandainya rambut dan kuku tidak selalu memanjang maka tidak ada bedanya dengan gigi.” [Tafsîr al-Manâr V: 428].
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan.
Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW bersabda,“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya.” (HR Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula,”Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR Tirmidzi, no.1961).
Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : “dan akan aku (syaithan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. (QS An-Nisaa` : 119). Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 194).
Selain itu, terdapat hadis Nabi SAW yang melaknat perempuan yang merenggangkan gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni). (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis ini terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk mempercantik diri (lil husni). (M. Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al-Fiqh Al-Islami, hal. 37). Imam Nawawi berkata,”Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu, operasi plastik untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram.





DAFTAR PUSTAKA



Buku:
Bahtsul Masail dalam Forum Pembukuan Bahtsul Masail Purna Siswa MHM Lirboyo Kota kediri, Mutiara Samudra Fiqih: Metode Penalaran Solusi (Kediri: FPBM, 2004).
Prof. Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid 1 dan 2, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996). Hal. 535-538.
Prof. Dr. Muhammad Mutawali as-Sya’rawi, Anda bertanya Islam Menjawab. (Jakarta: Gema Insani press, 1992).

Website:
http://www.resep.web.id/tips/bahaya-operasi-plastik.htm
Dr. Muhammad Nu’aim Yasin, “Abhats Fiqhiyyah fi Qadhaya Thibbiyyah Mu’ashirah,” (Fikih Kedokteran. (Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Tahun terbit : 2001).
Website: Muhammad Shiddiq Al-Jawi, Jakarta, 19 Juli 2009 dalam Konsultasi Islam: Mengatasi Masalah dengan Syariah. Diambil lagi tanggal 15 Maret 2010.
http//: www.klinikpria.com// diambil tanggal 15 Maret 2010
http://azharku.wordpress.com/2007/03/21/operasi-plastik-bolehkah/ diambil lagi 10 maret 2010
http://azharku.wordpress.com/2007/03/21/operasi-plastik-bolehkah/ diambil lagi 10 maret 2010
Al Halal Wal Haram Fil Islam dalam http://azharku.wordpress.com/2007/03/21/operasi-plastik-bolehkah/ diambil lagi 10 maret 2010
http://azharku.wordpress.com/2007/03/21/operasi-plastik-bolehkah/ diambil lagi 10 maret 2010
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1751289-jangan-sepelekan-risiko-operasi-plastik/
operasi plastik/Operasi Plastik _ ALiF Magazine.htm

hub antr romn lw

A. Hubungan Roman Law dan Customary Law
Hukum sipil dapat didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang berasal dari hokum Roma yang terkodisifikasi dalam corpus Juris Civilis Justinian.
Hukum Sipil ini terbagi menjadi dua cabang, yaitu :
1. Hukum Romawi yang terkodifikasi.
2. Hukum Romawi yang tak terkodifikasi.
Sedangkan hubunganya antara Roman law (Hukum Roma ) dengan Customary law (hokum kebiasaan ) adalah hokum kebiasaan mengkombinasi hokum Roma, misalnya yang terjadi di Prancis dan Negara Eropa lainya.Hukum Roma mengadopsi Kebiasaan Lokal (local custom ) atau coutumes. Upaya unifikasi antara hokum kebiasaan yang tak tertulis dengan Hukum romawi secara tegas dijelaskan oloh W.J. Zwave.

B. Pengaruh Code Sipil Prancis (French Civil Code)
Walaupun hokum sipil lahir dari Roman Empire, tetapi menjadi penting dan berkenbang ke seluruh dunia setelah melalui kemenangan besar Napoleon Bonaparte dan sekaligus menerapkan code Napoleon yang meliputi hamper ke seluruh Eropa , Amerika selatan, Afrika, dan beberapa kota di Kanada (Quebec).Sistem Hukum Romawi di Prancis memilikisejarah penting dan tersendiri karena kita mengenal Kode Napoleon.Juga posisi Prancis sebagai salah satu Negara yang mempunyai masa kejayaan French Age, disamping Spanyol dan Inggris Raya.
Di masa tahun-tahun kekuasaannya, Napoleon melakukan perombakan besar-besaran dalam sistem administrasi pemerintahan serta hukum Perancis. Misalnya, dia merombak struktur keuangan dan kehakiman, dia mendirikan Bank Perancis dan Universitas Perancis, serta menyentralisir administrasi. Meskipun tiap perubahan ini punya makna penting, dan dalam beberapa hal punya daya pengaruh jangka lama khususnya untuk Perancis.
Tetapi salah satu perombakan yang dilakukan oleh Napoleon punya daya pengaruh yang melampaui batas negeri Perancis sendiri. Yaitu, penyusunan apa yang termasyhur dengan sebutan Code Napoleon. Dalam banyak hal, code ini mencerminkan ide-ide Revolusi Perancis. Misalnya, di bawah code ini tidak ada hak-hak istimewa berdasar kelahiran dan asal-usul, semua orang sama derajat di mata hukum. Berbarengan dengan itu code tersebut cukup mendekati hukum-hukum lama dan adat kebiasaan Perancis sehingga diterima oleh rakyat Perancis dan sistem pengadilannya. Secara umum, code itu moderat, terorganisir rapi dan ditulis dengan ringkas, jelas, serta dapat diterima, tambahan pula mudah di fahami. Akibatnya, code ini tidak hanya berlaku di Perancis (hukum perdata Perancis yang berlaku sekarang hampir mirip dengan Code Napoleon itu) tetapi juga diterima pula di negeri-negeri lain dengan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keperluan setempat.
Kebanyakan negara yang tidak menerapkan common law memiliki sistem civil law. Civil law ditandai oleh kumpulan perundang-undangan yang menyeluruh dan sistematis, yang dikenal sebagai hukum yang mengatur hampir semua aspek kehidupan.
Teori mengatakan bahwa civil law berpusat pada undang-undang dan peraturan. Undang-Undang menjadi pusat utama dari civil law, atau dianggap sebagai jantung civil law ..
Perbedaan mendasar Anglo Saxon dengan Continental terletak pada perangkat hukum yang dipakai dan sistem politik yang digunakan. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini. Sistem hukum yang juga dikenal dengan nama Civil Law ini berasal dari Romawi yang kemudian berkembang ke Prancis. Perkembangannya diawali dengan pendudukan Romawi atas Prancis. Pada masa itu sistem ini dipraktekkan dalam interaksi antara kedua bangsa untuk mengatur kepentingan mereka. Proses ini berlangsung bertahun-tahun, sampai-sampai negara Prancis sendiri mengadopsi sistem hukum ini untuk diterapkan pada bangsanya sendiri.Bangsa Prancis membawa sistem ini ke Negeri Belanda, dengan proses yang sama dengan masuknya ke Prancis. Selanjutnya sistem ini berkembang ke Italia, Jerman, Portugal, Spanyol, dan sebagainya. Sistem ini pun berkembang ke seluruh daratan benua Eropa. Ketika bangsa bangsa Eropa mulai mencari koloni di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sistem hukum ini digunakan oleh bangsa-bangsa Eropa tersebut untuk mengatur masyarakat pribumi di daerah jajahannya. Misalnya Belanda menjajah Indonesia. Pemerintah penjajah menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental untuk mengatur masyarakat di negeri jajahannya. Apabila terdapat suatu peristiwa hukum yang melibatkan orang Belanda atau keturunannya dengan orang pribumi, sistem hukum ini yang menjadi dasar pengaturannya. Selama kurang lebih empat abad di bawah kekuasaan Portugis dan seperempat abad pendudukan Indonesia, sistem hukum Eropa Kontinental yang berlaku.
Sekarang di bawah Pemerintah Transisi PBB (UNTAET), sistem hukum ini tetap diberlakukan di Timor Lorosae. Pasal 3 Regulasi UNTAET No. 1/1999 menyebutkan bahwa hukum yang berlaku di Timor Lorosae sebelum 25 Oktober 1999 tetap berlaku, sejauh tidak bertentangan dengan standar internasional. Dengan demikian berarti sistem hukum Eropa Kontinental yang diberlakukan Indonesia tetap berlaku. Hal yang membedakan sistem Civil Law dengan sistem Common Law (yang juga disebut sistem Anglo-Saxon) adalah, pertama, pada Civil Law dikenal apa yang dinamakan “kodifikasi hukum”. Artinya pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Tujuannya adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Contoh hukum yang sudah dikodifikasi dalam kitab undang-undang adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Kitab-kitab di atas ditulis dan disusun oleh pemerintah kolonial Belanda dan diberlakukan di Indonesia sampai sekarang. Kedua, sistem hukum Eropa Kontinental tidak mengenal adanya juri di pengadilan. Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara selalu adalah majelis hakim (panel), yang terdiri dari tiga orang. Kecuali untuk kasus-kasus ringan dan kasus perdata, yang menangani bisa hakim tunggal.
C. Sumber Hukum Civil law
Dalam system civil law, berbicara sumber hukum tidak akan lepas dari teori pemisahan kekuasaan dari Montesquieu. Untuk mengetahui sumber hokum dalam system civil law berawal dari konsep teori kedaulatan Negara baik secara internal maupun eksternal Dengan begitu Negara mempunyai penguasaan /monopoli atau disebut dengan state monopoly on law makingyang kemudian dituangkan dalam teori pemisahan kekuasaa yang dikenaldengan trias politica.
Pemisahan kekuasaan ini meliputi kekusaan legislative (pembuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (yang menjalankan undang-undang), dan kekuasaan yudikatif (yang mengawasi pelaksanaan undang-undang).Dalam hal ini pembuat undang-undang harus merespons kepentingan public popular will yang kemudian dituangkan dalam statute (undang-undang ).Selain statute, sumber hokum lainya adalah regulation dan custom (kebiasaan local). Regulasi adalah peraturan-peraturan yang pembuatanya telah melalui power delegation dari legislative ke eksekutif. Sedangkan custom adalah kebiasaan yang dipraktikan dalam masyarakat yang tidak dituangkan dalam bentuk tertulis (non statory law). Adapun pengkualifikasian custom ke dalam sumber hokum dengan syarat kebiasaan itu representasi hokum serta dengan catatan tidak bertentangan dengan statute dan regulation.
Sumber hukum dalam civil law yang hanya sebatas konstitusi, undang-undang, regulasi, dan kebiasaan memberi konsekuensi pada posisi dan kewenangan hakim yang hanya menerapkan hukun saja tanpa dimungkinkan untuk merujuk referensi dansumber lainya, seperti pendapat, tulisan para pakar terkemuka,dan keputusan pengadilan sebelumnya (stare decisis).
D. Kesimpulan
• Hukum sipil berasal dari hokum romawi yang sudah terkodifiksi dengan tambahan adopsi dan kombinasi hokum kebiasaan , seperti yang terjadi di Prancis.
• Hukum sipil tersebar keseluruh penjuru dunia setelah kemenangan besar Napoleon di hampir seluruh Eropa, Amerika selatan, Afrika dan lainya.
• Pengaruh code civil napoleon masuk Indonesia melalui penjajahan belanda yang terlebih dahulu mengadopsinya.
• Sumber hokum sipil meliputi Statute (undang-undang), Regulation, dan kebiasaan.
























F. Daftar Pustaka

1. Ade Maman Suherman, 2004. Pengantar Perandingan Sistem Hukum:PT. RajaGrafindo Persada Jakarta
2. Michael A. Hart ,1978 .Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah
3. H. Soenarjati, Kapita Selekta Perbandingan Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 106.
4. R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).
































PERJALANAN HUKUM ROMA MENUJU HUKUM YANG MEN-DUNIA
MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH PERBANDINGAN HUKUM

Dosen Pengampu:
DR. H. Ratno Lukito, S.H.
Rochyatun, S.HI.




Disusun Oleh:
Widodo
Nim:08360006-K

FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

perbandingan huk

PERBANDINGAN HUKUM

Sejarah Perkembangan hukum
Perkembangan studi Perbandingan sistem hukum (comparative legal studies) merupakan ilmu yang sama tuanya dengan disiplin ilmu hukum itu sendiri.
perbandingan sistem hukum pada abad ke-19 baru nampak sebagai cabang khusus dari disiplin ilmu hukum.
Pendalaman secara intense terhadap disiplin ilmu hukum berawal dari Eropa yang dipelopori olrh:
1. Montesquieu (Prancis)
2. Mansfield (Inggris)
3. Von Feuerbach (Jerman)
4. Thibaut (Jerman)
5. Gans (Jerman)
6. Secara kelembagaan muncul beberapa institusi yang concern dalam pengembngan komperative legal study:
1. Institute Perbandingan Hukum di College de France (1832)
2. Institute Perbandingan Hukum di University of Paris (1846)
Sistem perbandingan Hukum di Indonesia secara makro belum populer
 Menurut Levy Ullman:

“Perbandingan hukum telah didefinisikan sebagai cabang dari ilmu hukum di mana tujuannya yaitu untuk membentuk hubungan erat yang tersusun secara sistematis antara lembaga-lembaga hukum dari berbagai negara.”
 Jolious Stone berpendapat bahwa:
“Perbandingan hukum mencoba untuk melukiskan apa yang sama dan apa yang berbeda dalam sistem hukum atau untuk mencari inti kesamaan dari seluruh sistem hukum’’.
 Rheinstein menyatakan bahwa:
“Istilah perbandingan hukum sebaiknya merujuk pada pemaparan berbagai hal mengenai cara memperlakukakan hukum secara ilmiah dengan cara pengklasifikasian secara khusus atau deskripsi analitik dari tekni penggunaan satu atau kebih sistem hukum positif.”
Sifat Dasar
Perbandingan hukum, dalam pengertian yang paling sederhana, merupakan suatu metode studi dan penelitian di mana hukum-hukum dan lembaga-lembaga hukum dari dua negara atau lebih diperbandingkan. Metode ini menaruh perhatian pada analisa kandungan dari sistem hukum yang berbeda dalam rangka menemukan solusi guna menjawab berbagai masalah hukum. Hal ini juga merupakan teknik dan kemahiran khusus di mana beberapa hal tertentu dapat diperoleh dengan mengamati hukum-hukum dari berbagai bangsa dengan cara memperbandingkan satu dengan lainnya.

Perbandingan hukum bukanlah suatu subjek persoalan, melainkan suatu metode studi. Hal tersebut merupakan proses mempelajari hukum-hukum di luar negeri dengan membandingkannya dengan hukum-hukum local. Tugas utamanya adalah untuk mengetahui dengan pasti perbedaan dan persamaan di dalam peraturan hukum, prinsip-prinsip dan lembaga-lembaga terkait pada dua negara atau lebih dengan cara pandang untuk menyediakan solusi bagi permasalahan setempat. Hal ini juga merupakan disiplin untuk memelihara “social order” berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang hidup di negara-negara lain.
Nilai, Tujuan dan Kelemahan dari Perbandingan Hukum
Secara garis besar kegunaan, beberapa nilai dan tujuan dari perbandingan hukum adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman akan hukum yang lebih baik;
2. Membantu dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan dan badan reformasi hukum lainnya;
3. Membantu pembentukan hukum dalam sistem peradilan;
4. Membantu para pengacara untuk berpraktik;
5. berguna dalam hal hubungan perdagangan dan ekonomi dengan negara lain.
SISTEM HUKUM BARAT
 Ajaran hukum kodrat
 Aristoteles :
1.Partikular dan positif
2.Alamiah (khusus, tertulis)& keadilan (konvensional)
Keadilan politik :
1.Alamiah
2.legal
 Cicero
hkm kodrat mengutamakan moral (hidup sesuai dgn hukum tertulis & kodrat manusia)
Manusia mempyai hkm yg bersm Tuhan
 Thomas Aquinas
1. hukum abadi (lex aeterna)
2. hukum kodrat (lex naturalis)
3. hukum positif (lex hummna)

 Grotius
naturalist rasionalist adl tuntutan akal budi yg tepat, yg menunjukkan bahwa suatu tindakan , sejauh sesuai /tdk ss dg hakikat rasional, mpy kualitas pendasaran moral.
 John Locke
Perintah dan kehendak pembuat hukum yg maha kuasa, Tuhan.Mengikat mausia krn mengikat Tuhan
Konsep hak milik
Manusia hidup secara kodrati jd harus didukung oleh hak pribadi
Gratius berpendapat bahwa hak pribadi sebagai hak eksklusif (mpy hak sedemikian rupa, mempertahankan & org lain tidak boleh meminta hak yg sama atas barang tersebut);
Selain itu bahwa setiap orang wajib melindungi warga lainnya baik keseluruhan atau individu,dan untuk menyumbangkan scr pribadi hal2 yg perlu utk org lain & yg prlu utk masyrkt (imperfect rights)
Melihat hak sempurna & tdk sempurna , keadilan itu ada 2 :\
 Ekspletif
keadilan yang sebenarnya
 Atributif
Keadaan ekonomi yg tdk termasuk keadaan sebenarnya. Tidak bs dipaksakan & hy diserahkan pd tiap org & org lain tdk bs menuntut individu lainnya
Hukum kodrat dan kolonialisme lainnya
 John Locke
Hukum Kodrat telah memberikan justifikasi terhadap kolonialisme.
Kolonalisme merupakan perampasan thdp hukum yg mereka yakini.
Suatu yg lepas dari pengagum hukum kodrat bahwa barat telah meninggalkan hukum kodrat setelah lahirnya positivisme.
Hubungan hukum kodrat dgn hukum positif
 Kelemahan hukum kodrat:
 Kekaburan paham kodrat
 Dualisme metodis
 Masalah kepastian
 Untuk mengatasi kelemahan itu hukum positif mengambil peranan sebagai pengalihan , kodifikasi/positifasi h kodrat untuk masyarakat manusia.dgn tujuan agar dgn h positif yg tercermin d didasarkan pd h kodrat, masyarakat mns dpt diatur d brfungsi scr harmonis
Alasan knp dgunakan h positif:
 Kelemahan dlm sistem h kodrat
 Tdk adanya definisi yg jelas h kodrat itu sdr
 Kepastian hukum kodrat lemah,masyrkt sipil perlu kepastian hukum
 H k serangkaian norma abstrak
 H. k tdk mberikan ketentuan praktis
 Ketaatan pd h k lbh trgantung pd nurani individu
Aliran Positivisme
 Terminologi:
 Legal Positivisme sbg metode
cr mempelajari h sbg fakta yg kompleks, fenomena/dt sosial bukan sbg sistem nilai.
 Legal Positivisme sbg teori
teori AP berkembang pd era kodifikasi smp abad ke-19.
 Legal Positivisme sbg Ideologi
merupakan ide bahwa h negara ditaati scr absolut yg disimpulkan ke dlm suatu the law is the law.
 Bahwa aliran positivisme mrpkn suatu aliran yg melakukan kritik kelemahan2 teori h kodrat. Dalam aliran positivisme yg berlainan pendapat 1 sm lain.
 Dlm perkembangan ada 2 aliran positivisme:hard positivism & soft positivism.
 Hard positivism: there is only the positive law: the are no objective, universal facts about morality, about what law ought to be like (Hand Kelsen).
 Soft positivism: in addition to positive law, objective morals facts do exist----untilatarian----non untilatarian
Barat & era kolonialisme
 Benang merah antara Barat dan kapitalisme dalam persepektif hukum dpt di lihat dr instrumen2 hukum yg ada bagaimana pemahaman esensial terhadap eksisitensi materi yg tdk jarang mengesampingkan niai2 moral & kemanusiaan.
 Bukti valid & tdk terbantahkan oleh nurani manusia yg srg dikampenyekan Barat dgn mgnkan istilah human rights yt: penjajahan dg perampasan hak hidup, hak ekonomi komunitas2 ngr jajahan.
 Perusahaan Inggris British of East India, VOC Belanda melakukan eksplotasi ekonomi sosial berabad-abad. Namun stlh era dekolonialisasi Barat menamai diri sbg ngr civilized nations bgs yg beradab seolah tdk pernah melakukan kejahatan kejahtn kemnsiaan dm kepentingan kapitalisme, ekonomi, serta sekularisme.
 Penjajahan yg dilakukan o/ org Eropa, mnrt sejarahwan Grewe , jg mrpkan era penyebaran sistem hukum Barat scr Internasional dibagi dlm 3 periode yt:
1. Era Spanyol (Spanish age 1494-1648)
2. Era Prancis (Frenc Age 1648-1815)
3. EraInggris (British Age 1815-1919)
 Diantara ngr jajahan trsbt terjadi transaksi & sengketa perebutan wilayah jajahan & wilayah2 taklukan itu dpt diperjualbelikan, tukar menukar bahkan smp ada sengketa antar 3 ngr merebutkan suatu teritori.
Contoh:
Penjualan lousiana o/ Prancis kpd AS seharga 60 Juta Franc, Inggris menyerahkan kepulauan Heligoland kpd Jerman & ditukar dgn Zanzibar pd tahun 1890, & penyerahan swan Islands pd th 1971 o/ AS kpd Honduras.
Senketa kepulauan Palmas”Palmas Island case” ketika Spanyol melepaskan kepulauan Filipina kpd AS melalui Traktat Paris th 1898. Dlm Traktat dijelaskan kepulauan Palmas sebagagai bagian dr kepulaua Filipina. Namun ketika AS mau mengambil alih kepemilikan, ternyata tersebut berada di bawah kontrol Belanda. Spanyol mengaku bahwa telah menguasai wilayah trsbt sjk th 1898. Namun pd kenyataan Belanda telah mjd administrator yg efektif , mk Spanyol kehilangn title kepemilikan termasuk AS atas kepulauan Palmas. Kepulauan ini diselesaikan melalui arbitrator Max Huber.
 Berdasar 3 periode tsb hampir dapat dipastikan bahwa sistem hukum yg dibawa & diterapkan o/ ke3 penjajah tersebut memiliki tradisi hukum maupu cammon law.
Pemberlakuan ke2 sistem hukum tersebut di berbagai jajahan, sprt Asian, Amerika, Amerika Selatan & afrika tdk mengalami perlawandean yg berarti dr sistem2 hukum lokal. Di samping dominasi & determinasi yg tak tertandingi oleh sistem hukum lain, Barat memiliki keunggulan ekonomi dan teknologi.
Mencermati konstinuitas dominasi Barat, ternyata tdk terhenti pd era dekolonialisasi, spirit kapitalisme msh terus dijadikan sat2nya konsep yg ampuh u/ ttp leading scr ekonomi yg otomatis jg dlm percaturan politik, penetrasi budaya & ideologi. Hal ini terlihat imbalance dan inequality antara Barat dg keseluruhan kesejahteraan pddk dunia.
Barat & Resolusi Industri
 Resolusi Industri pertama (1760-1840)ris
Inggris, Amerika, Prancis, Jerman.
pertanian meningkat dg mesin uap , batu bara.
 Resolusi Industri kedua (1840-1950)
amerika, inggris, jerman, prancis,belanda
Telekomunikasi,transportasi(telegram, rel kereta, telepon, mobil,truk,d pesawat terbang.
 Resolusi Industri ketig (1950-sekarang)
amerika, jepang, eropa.
The rise of the informasi economy/ post industrial society.
Sistem Hukum Barat sbg hukum Made Law
 H. Barat mendapat tantangan & kritik keras dr kaum buruh cz hkm berpihak pd kaum borjuis/p. modal.
 Dilihat dr asal usul sistem hkm. Barat mrpkn sebuah man made law, artinya suatu produk hkm yg tlh di-create olh manusia yg telah diseterilkan dr nilai teologi, Tuhan dan prinsip dasar manusia.
Paham yg mendasari hukum Barat
 Libertarianisme
sebuah filsafat politik yg mengadvokasi hak-hak individu dan membatasi. Individu hrs bebas untuk berbuat apa sj yg mrk ingginkan slm mrk tdk melanggar hak orang lain.
Abad 17 -20 sbg kelanjutan dr tradisi liberalisme. Terkenal di Amerika th 1955 , di Eropa Libertaire/libertario.
 Kapitalisme
dikenal sjk th 1630 yg berasal dr istilah capital.
Mnrt Milton H. Spencer dlm bukunya Contemporry Macro Economics, 1977:
Kapitalisme mrpkan sebuah sistem organisasi ekonomi yg dicirikan oleh hak oleh hak milik privat atas alat-alat produksi.
 Sekularisme
 Pertama dikenal oleh G.S> Holyoake(1817-1906), mrpkan nama dr satu sistem etika filsafat yg bertujuan memberi interprestasi/pengaturan pd kehidupan manusia utk tdk mempercayai: Tuhan, Kitab suci dan hidup di hari kemudian.
 Pengaruh Sekularisme berkembang mjd 2 kelompok:
1. Eropa & amerika
mengakui adanya Tuhan namun hukum2 Tuhan tdk blh digunakan utk mengatur hidup manusia di masyarakat.
2. Rusia, Cina, dan Negara Komunis lainnya.
mengingkari dan tdk mengakui adanya Tuhan

 Materialisme
Materi itu primer, ide mrpkan hal sekunder
unsur pokok, dasar dan hakekat segala sesuatu dlam materi,
materi mrpkan awal dan akhir sarwa yg ada
materi itu abadi tdk diciptakan oleh siapapun, tdk ada keuatan supra natura, tdk ada kekuatan luar semesta.
Kesadaran adalah produk drpd perkembangan histories materi, otak manusia merupakan alat yg luar biasa kompleksnya drpd wujud materi, materi itu nyata, td semu.
Paradigma Modernitas & Hukum
 Persoalan modernitas diatas terkait erat dgn ilmu pengetahuan & hukum. Modernitas Barat dibangun di atas dua pilar yaitu:
1. The pilar of regulation
terdiri dari prinsip negara (kewajiban politik vertikal antara ngr dgn warga ngr),pasar, (hub. Horizontal antara masyarakat antara kepentingan individu /kewajiban politik yg saling bertentangan antar patner), kemasyarakatan (hub. Horizontal, solidaritas, kewajiban politik antar anggota masyarakat/asosiasi).
2. The pilar of emancipation
the aesthetic-expressive rasionality of the art and literatur
the cognitive-instrumental rationality of science and technology
the moral-practical rationality of ethics and the rule of laws.
Kedua pilar tersebut satu sama lain saling bertolak belang satu sama lainnya.